Sabtu, 06 Maret 2010

Mbak Santi dan Susan

Nama saya Rudy, saya ini laki-laki yang dilahirkan dengan libido yang sangat tinggi, umurku 30 tahun, Karena libido ini juga, saya belum pernah menikah, ga tau kenapa???? Saya ga pernah puas dengan pelayanan pacar pacar, bahkan sampe skrg. Saya selalu mencari kepuasan di luar. Buat saya gampang cari ceweq atau tante model apapun, walaupun hanya modalnya dg senyum, wajahku kata teman teman ku cute…, postur tubuhku atheltis karena dulu saya sering fithness, tinggi 178cm dan berat 75kg. Saya selalu melanglangbuana cari kenikmatan dunia… Tapi entah kenapa sejak sekolah dulu banyak sekali wanita yang mengejar-ngejarku. Mungkin karena otakku yang cerdas dan kepandaianku bergaul atau karena aku memang memiliki daya tarik sendiri.
==========================================================
Saya tinggal di suatu daerah strategis di Jakarta Barat. Saya seorang wiraswasta. Saya membuka sebuah bengkel di wilayah perkantoran di Jakarta Selatan. Sekarang usaha itu sudah saya serahkan ke adik, sementara saya melanglang ke Jawa Timur tepatnya ke kota Malang
Kisah saya ini berawal kurang lebih 2 tahun yg lalu. Dengan kepandaianku mengelola saat itu saya telah memiliki banyak pelanggan di bengkel Kebanyakan dari mereka adalah para karyawan yg bekerja di wilayah perkantoran itu. Salah satunya sebut saja Mbak Santi, usianya 47 tahun. Ia adalah seorang manager di suatu perusahaan. Wajahnya cukup menarik, dengan kulit putih bersih. Tubuhnya sangat seksi, padat, dan berisi. Yang menjadi pusat perhatianku adalah payudaranya. Bentuknya besar, tapi terlihat serasi dengan postur tubuhnya. Saya sering membayangkan jika suatu saat dapat merasakan halusnya kulit dadanya dan meremas bahkan mengulum putingnya payudaranya.
==========================================================

Malam itu saya sedang nunggu Taxi mau pulang, saya baru saja selesai menutup bengkel. Sekitar 10 menit saya nunggu, datang mobil sedan menghampiriku, lalu kaca mobil itu terbuka, dan kulihat Mbak Santi di dalam mobil mewah itu memanggilku, dia pun bertanya “Mau kemana An..? kok sendirian, mau saya antar nggak? tanpa basa - basi. Saya lalu memasuki mobil mewah itu, kemudian kita ngobrol2 di dalam mobil. Singkat kata Mbak Santi mengajakku ke discothique, waktu itu malam minggu.
Sesampainya di discothique. Kami mencari table yang kosong dan strategis di pojok tapi bisa melihat floor dance.
“Saya sedang pesan lagi satu untuk kita berdua,” kata Mbak Santi. Untuk “ON”, saya memang butuh dorongan inex, tapi cukup setengah, sementara satu setengahnya lagi untuk Mbak Santi. Takaran satu setengah baru cukup untuk Mbak Santi. Ternyata Mbak Santi suka triping…
Pesanan tak lama datang. Kubayar bill-nya. Ditanganku ada dua butir pil inex, yang satu saya bagi dua. Mbak Santi segera menelan satu setengah, dan sisanya untuk ku. Setelah 15 menit, Mbak Santi terlihat semakin on. Maka kami berjoget, menari-nari, dan berteriak gembira di dalam diskotek yang penuh dengan orang yang sama-sama triping.
Saat saya berdiri dan melihat Mbak Santi “ON” berjoget dengan erotisnya, tak lama kemudian Mbak Santi menghampiri dan merapatkan tubuhnya yang mulus itu ke depanku… Ia mengenakan t-shirt putih dan celana warna gelap.
==========================================================
Dalam keremangan dan kilatan lampu diskotek, ia nampak manis dan anggun. Saya kembali menyibukkan diri dengan bergoyang dan memeluknya belakang tubuhnya. Sesekali tangan ku dengan nakal meremas dada Mbak Santi yang masih tertutup kemeja, Tanganku kian nakal mencoba berkelana dibalik kemejanya dan meremas ke dua gunung kembarnya yang masih terbalut BH. Tanganku akhirnya dapat mmerasakan halus dari payudara Mbak Santi , jari-jari ku mencari- cari puting payudara Mbak Santi dengan menyusup ke dalam Bh Mbak Santi. Saya remas dada Mbak Santi dengan perasaan, lalu tanganku bergerak ke punggung Mbak Santi berusaha membuka pengait bra itu, aku sudah berhasil melepas pengait BH nya sehingga dengan bebas tangan kananku membelai dan meremas buah dadanya yang keras sementara tangan kiriku masih tetap mendekapnya dan mulutku pun menciumi leher jenjang itu, sambil tanganku memainkan puncak puting susu itu hingga memerah akibat remasan tanganku.
==========================================================
Sementara Mbak Santi hanya memejamkan matanya meresapi setiap jamahan tangan dan terus bergoyang mengikuti irama, saya terus mengelus dadanya sehingga membuat Mbak Santi dari gerakan tubuhnya Mbak Santi memang kelihatan ingin sekali di puasi, terlihat dari pantatnya yang montok dan masih terbalut rok, terus merapat ke ke belakang. “Kamu sudah on berat ya?” katanya. Saya tersenyum, kupeluk tubuhnya dan kucium pipinya.
Pada pukul 02.00 pagi, DJ mengumumkan discothique akan terus buka sampai pukul 05.00.
Pengunjung bersorak-sorai riang gembira. Tapi Mbak Santi kelihatannya sudah mulai “Droop”…
“Sayang saya sudah lelah,” keluh Mbak Santi.
“Ah, masa lelah, sayang,” ucapku sambil terus memeluk erat dan menciumi leher belakangnya.
“Sayang…, kita pulang, yuk..,” katanya. “Saya ingin istirahat”.
“Pulang ke mana?” tanyaku.
“Ke mana aja”, jawabnya. Saya baru mengerti, bahwa dia ingin lanjut ke tempat tidur.
“Saya sebenarnya sudah booking kamar di hotel dekat sini,” ujarnya.
==========================================================
“Kalau begitu, kita ke sana,”
“Tapi tunggu, saya mau bilang temen dulu yang lagi digaet cowok di pojok sana,” katanya.
Tepat pukul 02:30 dini hari kami keluar dari discothique tersebut dengan rasa puas dan senang terus kami menuju ke hotel, Sesampainya kami dikamar Mbak Santi langsung berjoget lagi kali ini tanpa musik tapi dia yang bernyanyi dan sembari melucuti pakaiannya pas seperti orang sedang menari striptis, saya hanya melihat dan duduk disebuah kursi sofa yang ada tepat didepan jendela.
Sambil menari dan melucuti pakaiannya Mbak Santi menghampiri saya dan segera jongkok didepan saya sambil membukan resleting celana saya, saya hanya memperhatikan apa yang akan dilakukannya, “Woww.. besar dan kencang sekali… buat Santi ya…” kemudian Mbak Santi mengulum penisku yang
==========================================================
menegang sejak tadi. “Ooogghh… ssshhh… enak sekali Mbak”, ucapku. Dia mengeluarkan kontol saya yang sudah setengah tegang dan langsung di isapnya dalam-dalam. Jago memang Mbak Santi dalam memainkan isapannya, sambil mengisap lidahnya terus menari dan meliuk diteruskan ke buah zakar saya,
Setelah 10 menit naik dan turun dia isap dan jilatin kontol saya, Mbak Santi melemparkan tubuhnya ke atas kasur, dan jatuh telentang. Langsung saya menyergapnya, dan kami bercumbu dengan dorongan nafsu sangat tinggi karena pengaruh inex. Kami berciuman, beradu lidah dan bergantian mengisapnya. Kuciumi pipinya, matanya, keningnya, dagunya.. Kujilati daun telingaya, dan kusodok-sodok lubang telinganya dengan lidahku.
Tanganku tak diam. Mengelus dan meremas rambutnya, menyusuri leher dan belahan dadanya. Kuusuap-usap perutnya, punggungnya, dan bokongnya. Kubekap memeknya yang ditumbuhi bulu halus nan rimbun. Jari manis dan telunjukku merenggangkan pinggiran memek Rani. lalu jari tengahku mengorek-ngorek klitorisnya dengan penuh perasaan.
==========================================================
“Ooooh… ssshhhh… aaaahhhh…!” desah Mbak Santi. “Sayang…,” dengusku sambil terus mencumbunya. Aku menarik tanganku dari memek Mbak Santi. Kini kedua tanganku mengelus-elus pinggiran payudaranya… berputar sampai akhirnya meremas bagian putingnya. Akhirnya angan ku tercapai… saya ciumin, saya gigit pinggiran payudaranya, saya lumat putingnya…
“Ooooh… sshhhh… terrruuuusss… saaayyyy…!” desah Mbak Santi lagi. Saya jilati pinggiran buah dadanya, lalu menghisap putingnya. “Ooooohh… sayang…!” Mbak Santi merintih nikmat. Mbak Santi bangkit dan mendorong aku supaya telentang. Ia melakukan cumbuan meniru caraku. Ia pun membekuk kontolku dan mengelusnya dengan tekanan yang membangkitkan birahi. Mbak Santi memutarkan badan di atas tubuhku yang telentang
==========================================================. Ia menciumi dan menjilati kontolku sementara memeknya disumpalkan ke mulutku.
Akhirnya Mbak Santi menjatuhkan diri ke tempat tidur dan menarik tanganku. Sementara buah dadanya kian kencang. Putingnya kian memerah. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat sudah membasahi sekujur tubuhnya. Seperti keringatku. Juga nafasku. Juga si nagaku yang sudah meronta. Dia sepertinya bingung ketika kuambil dua bantal. Dengan lembut kuangkat tubuhnya, lalu bantal itu kuletakkan di bawah pantatnya. Menyangga tubuh bagian bawahnya. Membuat pahanya yang putih mulus kian menantang. Terlebih ketika bukit venus dengan bulu-bulu halusnya menyembul ke atas. Membuat magmaku terasa mau meledak. Dia mengerang saat lidahku kemudian jemariku
==========================================================mengelus-elus bulu-bulu itu. Dia menjerit saat kucoba menguak kemaluannya dengan jari telun-jukku. Otot pahanya meregang saat kuhisap clitorisnya. ”Masukkan kontolmu, cepat sayang,” rintihnya.
“Aaaahhhh… ssssttthhhh…. oooooohhhhhh…!” rintihan kenikmatannya kali ini terdengar nyaris seperti jeritan. Aku jongkok di pinggir tempat tidur, kutarik kaki Mbak Santi sampai bokongnya berada di tepi ranjang. Kusingkap selangkangannya, dan kulumat memeknya yang sudah becek.
Kubalikkan tubuhnya, kujilati bokongnya sambil sesekali setengah menggigitnya. Kukorek-korek anusnya dengan jari tengahku. “Ouuww.. oooh… ssshhhhh…. sayang, sssaaaayyyyaaaa gggaaaakkkk tttaaaahhhaaannnn…. cepet maaassssuuuuukkkiiinnn!” katanya memelas-melas.
Semakin Mbak Santi memanas birahi, aku semakin terus mempermainkannya dan belum mau melakukan penetrasi. Aku melihat Mbak Santi sampai meneteskan air mata menahan orgasme.
Dipegangnya penisku yang sudah membesar ini. Dia bimbing dan penisku terasa menyentuh bibir kemaluannya. Dia melepaskan pegangannya. Kudorong sedikit. Dia menjerit. Kutahan nafas. Lalu kutekan lagi. Dia memekik. Pada dorongan kesekian kalinya sasaran lepas lagi. Dia terengah-engah. Aku mengambil posisi. Duduk setengah jongkok, Kedua kakinya kutarik. Membuat jepitan atas tubuhku. Kuarahkan penisku ke lubang yang basah dan menganga itu. Ketika kudorong dia meremas rambutku kuat-kuat. Kutekan. Dan kutekan terus. Tak memperdulikan rintihannya. Kedua kakinya meregang ototnya. Dengan penuh keyakinan kutambah tenaga doronganku. Pertama terasa gemertaknya tulang. Kemudian terasa sesuatu yang plong. Membuat dia menjerit, merintih keras, “Acchhh… ssshhhh…”
Ketika kupacu dia dengan irama yang lambat dia mengerang, menjerit, merintih terus. Kuubah posisi. Kini kedua tanganku berada di belakang punggungnya. Membuat kaitan di antara ketiaknya. Dia meremas rambutku seiring dengan naik turunnya tubuhku. Kukunya mencengkram punggungku ketika kukayuh pantatku penuh irama. Naik dan turun. Tarik dan dorong. Rintihan dan jeritannya seakan tak kupedulikan. Aku berhenti di tengah jalan. Dia meronta. Membuka matanya. Dengan wajah kuyu. Dari keringat kami yang menyatu. Tanpa diduga, dia mulai mengikuti irama permainanku. Dengan menahan rasa sakit dia menggerakkan pinggulnya. Memutar dan memutar. Sesekali menyentak tubuhku yang di atasnya.
Tak lama kemudian Mbak Santi merobah posisi menduduki pahaku, memegang penisku dan dimasukkannya pelan2 ke memeknya. “Uppss… ooohhh… rasanya nikmat sekali penisku didalam memeknya. Mbak Santi terus bergoyang naik turun.
“Aaahhhhh… ena..aakkk…”erangku. Mbak Santi terus bergoyang sambil menjerit kecil. Dadanya yang naik turun langsung kuremas. Lalu kubalikkan posisinya kebawah.Dan aku gantian memompanya dari atas “Ssshhhh… Aaahhh…tttrruuusss… sshhhh…” erangnya. Aku terus memompa sampai akhirnya dia mengerang panjang
“Sssshhhttt… aaaahhhhhhh…” otot vaginanya berkontraksi meremas2 penisku
“Oggghhh… terus sayang… nikmat sayang… oogghhh… oogghhhh… yeeaahh… nikmat sayang… terus sayangg… saya mau keluar nich dan sekitar 2 menit Mbak Santi udah mengeluarkan cairan nikmat dari dalam memeknya.
“Oooogghhhh… saya udah keluar sayang…” erang Mbak Santi.
Tiba-tiba, pintu kamar ada yang mengetuk. “San… San!” suara perempuan.
Aku kaget dan sempat terhenti mencumbu Mbak Santi. “Teruskan, sayang…! Itu temanku, biarkan saja,” kata Mbak Santi.
“Saaaannn…!” pintu diketuk lagi diikuti suara panggilan. “Masuk aja, Lin…, engga dikunci, kok,” ujar Mbak Santi.
“Huusss..!!! Kita lagi nanggung dan bugil begini masa temenmu disuruh masuk..?” sergahku.
“Engga apa-apa, cuek aja..” kata Mbak Santi enteng sambil tersenyum manis.
“Wah, rupanya lagi pada asyik nih,” kata Susan begitu membukakan pintu dan masuk ke dalam kamar. Saya masih dalam posisi jongkok dan kontolku masih di dalam memek Mbak Santi, dan hanya menyeringai melihat kedatangan Susan.
“Mana cowokmu tadi?” tanya Mbak Santi.
“Tahu kamu pulang ke hotel bawa cowok, yah aku dibawa ke hotel lain. Habis ngewe, kami pisah,”sahut Susan.
Saya masih bengong mendengar percakapan dua cewek cantik itu. Tiba-tiba tangan Mbak Santi menarik tanganku yang tersampir di pahanya. “Ayo sayang goyangin kontolmu sayang, jangan kalah sama Susan yang baru habis ngewe,” desak Mbak Santi.
Saya berdiri dan mengangkat tubuh Mbak Santi. Kontolku yang sudah tegang dari tadi, segera saya tembakkan lagi ke dalam lubang memek Mbak Santi yang sudah tidak perawan tapi masih terasa lengket.. Kami sama-sama merasakan kehangatan yang nikmat. “Sssshhhh… Yang dalam… ceeepaaattt… aaaahhhhh…sssttthhhh…, eeeennnaaakkkk… sayyyyang… genjoooootttt…” pinta Mbak Santi. Aku pompakan kontolku dengan penuh gairah.
Sementara Susan pergi ke kamar mandi dan mengurung diri di sana. Mungkin berendam di bath tab. Pengaruh inex membuat daya tahan persenggamaanku dengan Mbak Santi cukup lama. Berbagai gaya kami lakukan. Mbak Santi beberapa kali mengerang dan menggigit pundakku saat mencapai orgasme. Sementara nagaku masih anteng dan melesak-lesak ke dalam memek Mbak Santi.
“Aduh.. capek, sayang..!” rintih Mbak Santi. “Istirahat dulu.. yah..?”
“Sabar, donk, say. Aku sangat menikmati hangat nya memekmu,” rayuku.
Mbak Santi lantas menggelepar pasrah, tidak kuasa lagi menggerak-gerakkan tubuhnya yang lagi kugarap. Matanya terpejam. Aku semakin terangsang melihatnya tak berdaya. Kami sudah bermandikan keringat. Tapi nagaku masih tegang, belum mau memuntahkan sperma. Akhirnya aku kasihan juga sama Mbak Santi yang sudah keletihan dan nampak tertidur meski aku masih menggagahinya.
Aku mendengar bunyi keciprak-kecipruk di kamar mandi. Spontan aku bangkit dan melepas kontolku dari memek Mbak Santi. Dengan langkah pelan supaya tidak membangunkan Mbak Santi dari tidurnya, aku berjalan dan perlahan membuka pintu kamar mandi. Benar saja Susan sedang berendam di bath tab dengan tubuh bugil. Ia nampak sedang menikmati kehangatan air yang merendamnya. Kepalanya bersender pada ujung bathtab. Aku menghampirinya dengan kontol yang masih tegang.
Mata Susan terbuka dan kaget melihatku berdiri di sisi bath tab, menghadap ke arahnya.
“Mana Santi?” tanyanya setengah berbisik sambil matanya turun naik melihat ke arah muka dan kontolku yang ngaceng.
“Dia tidur… jangan berisik,” kataku sambil naik ke dalam bath tab dan langsung menindih tubuh Susan yang sintal dan pasrah. Kami bergumul dalam cumbuan yang hot.
“Lin kamu diatas yah… ” Sekarang posisiku ada di bawah, dia segera naik keatas perutku dan dengan segera di pegangnya kontolku sambil diarahkan kememeknya, kulihat memeknya indah sekali, dengan bulu-bulu pendek yang menbuat rasa gatal dan enak waktu bergesekan dengan memeknya. “Aaawww… enak banget memek kamu Lin…” “Enak kan mana sama punya Santi…???” Katanya sambil memutar pantatnya yang bahenol. Rasanya kontolku mau patah ketika diputar didalam memeknya dengan berputar makin lama makin cepat.
“Aaahhh… Lin… enak banget aaahhhh…” Aku pun bangun sambil mulutku mencari pentil susunya, segera kukemut dan kuhisap. “Ton… saya maaaauuu keeellluuuuaaaarrr…” “Rasanya mentok… aaaahhhh…” Memang dengan posisi ini terasa sekali ujung batangku menyentuh peranakannya.
“Ah…Ah…Eh..” suaranya setiap kali aku menyodok memeknya.
Kugenjot memeknya dengan cepat. Dia seperti kesurupan setiap dia naik turun diatas batangku yang dijepit erat memeknya,
“Lin maaauuuu kkeeeelllluuuaaarrrrr… aaaahhhh… sshhhhh… aahhhhhhh…” Kupeluk erat dia sambil melumat putingnya. Kupompa memeknya sampai kami tak sadar mengeluarkan desahaan dan rintihan birahi yang sampai membangunkan Mbak Santi.
Mbak Santi tiba-tiba berdiri di pintu kamar mandi dengan tubuh bugil dan matanya menatap aku dan Susan yang lagi bersetubuh. “Gitu yah, engga puas dengan aku kamu ngewe in Susan,” hardik Mbak Santi dengan nada manja, pura-pura marah.
Eh, malah Mbak Santi kini ikut naik ke dalam bath tab. “San, ayo gantian, aku udah dua kali dibikin keluar, sampai lemes rasanya. Cowokmu ini terlalu perkasa,” kata Susan.
“Ayo sayang, sekarang aku akan membuat kontolmu muntah,” kata Mbak Santi.
Segera Mbak Santi hampiri saya di dalam bath yang penuh dengan air, ditonton Susan yang duduk di ujung bath tab sambil membasuh memeknya, dan pahanya menjadi sandaran kepala Mbak Santi. Kusuruh dia nungging, maka terlihatlah lubang memeknya yang basah dan berwarna merah, kuarahkan kepala kontolku ke lubang memeknya secara perlahan-lahan.
“Aduuuuh… say pelan-pelan, agak sedikit pedih say… pelan-pelan, ssshhhttt… say nikmat juga rasanya”. Kutekan kontolnku lebih dalam lagi, dia menggoyangkan pantatnya sambil nahan sakit…
“Teruuusss…, pelan-pelan aja yaaa sayyy… Aaahhhh… eennnaaakkk saayyyy… sambil mainkan itilnya say… aduuuuuuuhhhhh nikamatnya… oooohhhh…” Terdengar suara kecrooooott, kecrooot bila kutarik dan kumasukan kontolku di lubang memeknya, karena suara air kali ya…
Mbak Santi semakin histeris, sambil memegang pinggiran Bath Tub dia goyangkan pinggulnya semakin cepat dan suara kecraaat, kecrooooot semakin keras. Tak lama kemudian. “Aaaaduuuuh say aku nggak tahan lagi ingin keluar… kamu hampir keluar blum say… aduuuuuh saaayyyy… eeeennnnaaakkk teeerrruuussss… yyyyaaaannngggg ccceeeeepppaaaatttt saaayyyy…. sssshhhhh….aaaaahhhh… “.
“Aduuuuh Sayang… terrrrusss… aaaahhhh… eeennnaaakkkk say…, nikmat sekali… rasanya ingin keluar say, aduuuuuuh… nikmatnya, teruuuusssss… yang cccceeepppaaatttt… sssaaaayyyy… aduh saya nggak tahan ingin keluar… creeett… creeettttttt… creetttttt… Kulihat Mbak Santi terkulai lemas dan memeknya kursakan semakin licin, sehingga pahaku basah oleh cairan memeknya yang keluar sangat banyak. Sebenarnya aku juga sudah nggak tahan ingin keluar, apalagi mendengar desahan-desahan yang erotis pada saat Mbak Santi akan orgasme.
“Aduh, sayang, aku kalah lagi nih, udah mau orgasme!” Cairan hangat terasa masih mengalir dari dalam vagina Mbak Santi. Aku masih terus menggenjot memeknya. Wajah Mbak Santi terlihat pucat karena sudah keseringan orgasme.
Melihat wajah cantik yang melemah itu, genjotanku dipercepat.
“Sayang, saya mau keluar nich…”
“Keluarkan di dalam aja sayang, kita keluarin bersamaan, Santi juga mo keluar.” Dan Akhirnya spermaku mendesir ke batang jakar dan aku mencapai orgasme yang diikuti pula dengan orgasme Mbak Santi. “Ooogghhh… saya sampai nih… aaaahhhhh…. Crroootttt….crrootttt….croottt… air maniku keluar dengan derasnya ke dalam memek Mbak Santi dan Mbak Santi pun menikmatinya.
“Akhirnya saya berhasil membuatmu mencapai puncak kenikmatan sayang,” kata Mbak Santi sambil memeluk dan menciumi bibirku.
Terasa nikmat, licin, geli bercampur jadi satu menjadi sensasi yang membuatku ketagihan. Kami bertahan pada posisi itu sampai kami sama sama melepaskan air mani kami. “Lin… emut kontolku sayang” kataku lalu mencabut kontolku dari memeknya Mbak Santi. serr…serr..serrrr…seerr… Susan melumat ½ kontolku hingga air mani ku habis keluar. “Mmmmhhh… aaaahhh… enak sekali pejuhmu” katanya sambil mengocok ngocok kontolku mencari sisa air maniku.
“Tapi sebentar lagi nagaku akan bangun lagi lho. Lihat, udah mulai menggeliat!” kataku, menggoda.
“Hhhaaah…!!!?” teriak Mbak Santi dan Susan terkesiap bersamaan kompak.

Tante Anne

Cerita ini terjadi saat aku masih berusia 16 tahun, dan masih bersekolah di salah satu SMA di Medan. Namaku Chris, aku peranakan Canada-Chinese. Papaku berasal dari Canada, dan Mamaku Chinese Indonesia. Kata teman-teman wajahku sih lumayan ganteng, ehmm. Tinggiku 180 cm, nggak begitu tinggi dibandingkan dengan Papa yang 185 cm. Aku lahir di Canada, tapi sewaktu umur 10 tahun, Papa ditugaskan ke Medan, Indonesia. Jadi aku juga ikut, dan bersekolah di sana. Mula-mula terasa asing juga kota ini bagiku. Tapi lama kelamaan aku juga dapat terbiasa. Terus terang, pemikiranku lebih condong kepada pemikiran-pemikiran Timur, mungkin karena didikan Mama yang keras. Biarpun di negara-negara Barat sudah biasa terjadi hubungan seks remaja, namun aku belum pernah melakukannya dengan pacarku, well... at least pada saat itu.

Hari kedua di Jakarta, aku minta diantar oleh supir ke rumah Tante Anne. Rumahnya terletak di salah satu kompleks perumahan di Jakarta Selatan. Sebelumnya Mama sudah menelepon dan memberitahukan kepadanya bahwa aku akan datang pada hari itu.
"Hai... wahh sudah besar sekali kamu sekarang yah Chris... sudah nggak tanda lagi Tante sama kamu sekarang... hahaha", seingatku kira-kira begitulah katanya sewaktu pertama kali melihatku setelah sekian tahun nggak jumpa. Wajahnya masih saja sama seperti yang dulu, seakan dia tidak bertambah tua sedikitpun. "Oh yah... tuh supirnya disuruh pulang saja Chris... ntar kamu bawa saja mobil Tante kalau mau pulang", aku pun mengiyakan, dan menyuruh pulang supirnya.
"Wah... besar sekali rumahnya yah Tante", kataku sewaktu kami memasuki ruang tamu. Aku dengar dari Mama sih, katanya suaminya Tante Anne ini anak salah seorang konglomerat Jakarta, jadi nggak heran kalau rumahnya semewah ini. Setelah itu kami ngobrol-ngobrol, dia menanyakan keadaan Mama, Papa dan kakek. Tante Anne juga sudah lama tidak bertemu dengan Mama. Lumayan lama kami ngobrol, setelah itu dia mengajakku untuk makan malam.
"Makan dulu yuk Chris... tuh sudah disiapin makanannya sama si Ning", katanya menunjuk ke pembantunya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.
"Kita nggak nunggu Om Joe?" aku menanyakan suaminya.
"Oh... nggak usah, Om mu nggak pulang malam ini katanya",
"Oh... ok deh", kataku sambil beranjak ke ruang makan. Rumah sebesar ini cuma dihuni sendirian dengan pembantunya. Berani juga Tanteku ini.
"Kamu berani pulang entar Chris? sudah malem loh ini", katanya sambil melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan jam 7 lewat 30 menit.
"Ah berani kok Tante..."
"Hmm... mending kamu tidur di sini saja deh malem ini... tuh ada kamar kosong di atas."
"Umm... iyah deh... ntar aku telepon ke Kakek kalau gitu", dalam hati, aku mengira bahwa Tanteku ini menyuruhku menginap karena dia takut sendirian di rumah, sama sekali tidak ada pikiran negatif dalam otakku sewaktu aku mengiyakan tawarannya.

Sehabis makan, aku pun menelepon ke rumah kakek, dan memberitahu bahwa hari ini aku menginap di rumah Tante Anne.
"Oh iyah... kalau kamu mau mandi air panas, pakai saja kamar mandi Tante. Ntar kamu pakai saja bajunya Om Joe. Yuk sini!"
"He... eh", aku mengangguk sambil mengikutinya. Kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya. Kamarnya benar-benar mewah dan besar. Dengan tempat tidur ukuran double di tengah-tengah ruangan, mini theatre set, dan sebuah kamar mandi di sudut ruangan.
"Nih... coba... bisa pakai nggak kamu?" dia memberikan T-shirt dan celana pendek kepadaku.
"Bisa kayaknya", aku pun mengambil pakaian itu dan membawanya ke kamar mandi. Sehabis dari kamar mandi, aku sempat sedikit kaget melihat Tante Anne. Dia mengenakan baju tidur tipis, tidur tengkurap di atas tempat tidur. Kelihatan dengan jelas celana dalamnya, tapi aku tidak melihat tali BH di punggungnya. Terangsang juga aku melihat pemandangan seperti itu. Kelihatannya ia tertidur saat menonton TV. TV-nya masih menyala. Aku berjalan ke arah TV, bermaksud mematikannya. Melihat adegan panas yang sedang berlangsung di TV, mendadak aku terdiam pas di depan TV. Kulihat ke belakang, Tante Anne masih tidur. Aku berdiri menonton dulu, sekedar iseng. 5 menit lagi ah baru kumatikan, begitu pikiranku saat itu.
"Hey..." saat aku sedang asyik menonton, tiba-tiba terdengar teguran halus Tante Anne, diikuti oleh tawa tertahannya. Aku benar-benar malu sekali waktu itu. Aku berbalik ke belakang sambil tersenyum malu-malu. Waktu aku berbalik, kulihat Tante Anne sudah duduk tegak di atas tempat tidur. Samar-samar terlihat puting susunya dari balik baju tidurnya yang tipis.
"Kirain Tante sudah tidur... hehe", kataku asal-asalan sambil berjalan hendak keluar dari kamar.
"Chris... bisa tolong pijitin badan Tante? Pegel nih semua", terdengar suara helaan nafas panjang, dan suara kain jatuh ke lantai. Saat aku berbalik hendak menjawab, kulihat Tante Anne sudah kembali tidur tengkurap di tempat tidur, tapi kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya yang masih dikenakannya adalah celana dalamnya.
"Ya..." hanya itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Aku pun berjalan ke arah Tante Anne. Sedikit canggung, kuletakkan tanganku di atas bahunya. "Engghh..." terdengar dia mengerang perlahan.
"Om Joe kapan pulangnya Tante?" kuatir juga aku ketahuan oleh suaminya.
"Emm... mungkin minggu depan... nggak tau deh... kalau Om mu sih... jarang di rumah. Mungkin seminggu pulang sekali", dalam hatiku merasa kasihan juga kepada Tante Anne. Pantas saja dia merasa kesepian. "Fhhuuuhh..." kembali terdengar helaan nafas panjang. "Kamu sudah punya pacar Chris?" tanyanya memecah keheningan.
"Yah... di Medan."
"Hehehe... cantik nggak Chris?" Tante Anne memang dari dulu senang bercanda. Sangat berbeda dengan ibuku yang kadang bersikap agak tertutup, Tante Anne adalah penganut kebebasan Barat. Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya. "Turun dikit Chris!" aku pun menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya. "Kamu duduk saja di atas pantat Tante... supaya bisa lebih kuat pijitannya."

Aku yang semula mengambil posisi duduk di sampingnya, sekarang duduk di atas pantatnya. "Unghh... berat kamu", mendengus tertahan dia waktu kududuk di atasnya.
"Hehehe... tapi katanya suruh duduk di sini", cuek saja aku melanjutkan pijatanku. Penisku sudah terasa menegang sekali, sesekali kutekan kuat-kuat penisku ke pantat Tante Anne. Walaupun aku masih memakai celana lengkap, namun sudah terasa nikmat dan hangat sewaktu penisku kutekan ke pantatnya.
"Iiihh... nakal ya... bilangin Mama kamu lho", katanya sewaktu merasakan penisku menekan-nekan pantatnya.
"Sudah belom Tante? sudah cape nih", kataku setelah beberapa menit memijat punggungnya.
"Iyah... kamu berdiri dulu deh... Tante mau balik", aku berdiri, dan Tante Anne sekarang berbalik posisi. Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang itu berdiri tegak di hadapanku. Puting susunya yang merah kecoklatan terlihat begitu menantang. Aku sampai terbengong beberapa detik dibuatnya.
"Hey... pijit bagian depan dong sekarang", katanya.
Aku duduk di atas pahanya, kuremas dengan lembut kedua payudaranya. Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku. "Ihh... geli... hihihihi..." dia cekikikan. Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan nafsuku lagi.

Sekarang ini yang ada dalam otakku hanyalah bagaimana memuaskan Tante Anne, memberinya kepuasan yang selama ini jarang ia dapatkan dari suaminya. Rasa kasihan akan Tante Anne yang telah lama merindukan kehangatan laki-laki bercampur dengan nafsuku sendiri yang sudah menggelora. Aku menarik celana dalamnya dengan agak kasar. Kulihat dia hanya diam saja sambil memejamkan matanya pasrah. Kuakui inilah pertama kalinya aku melihat wanita telanjang secara nyata. Tapi agaknya aku tidak begitu canggung, sepertinya aku melakukan semuanya dengan begitu alamiah. Tante Anne membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya kulepas. Kulihat dengan jelas vaginanya dengan bulu-bulu halus yang dicukur dengan rapi membentuk segitiga di sekitarnya. "Sudah sering beginian yah kamu Chris?" tanyanya heran juga melihat aku begitu mantap.

"Ehh... nggak kok... baru sekali Tante", nafasku sudah memburu, kata-kata pun sudah sulit kuucapkan dengan tenang. Kulihat nafas Tante Anne juga sudah mulai memburu, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. "Jilatin dong Chris!" katanya memelas. Mulanya aku ragu-ragu juga, tapi kudekatkan juga kepalaku ke vaginanya. Tidak ada bau tidak enak sama sekali, Tante Anne rajin menjaga kebersihan vaginanya aku kira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah menuju ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan vaginanya. Tante Anne hanya bisa mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Kulihat ia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Aku berdiri sebentar, melepaskan semua pakaianku. Bengong dia melihat penisku yang 18 cm itu. Aku cuma tersenyum kepadanya, dan melanjutkan menjilati vaginanya. Beberapa saat kemudian ia meronta dengan kuat.
"aahh... ohh God... aargghh..." bagaikan gila, dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan kepalaku supaya menempel lebih kuat lagi ke vaginanya dengan dua tangannya. Aku susah bernafas dibuatnya.
"Lagi... arghh... clitorisnya Chriss... ssshh... yah... yah... lagi... oooohh..." semakin menggila lagi dia ketika aku mengulum clitorisnya, dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut. Aku memasukkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam lubang vaginanya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. vaginanya benar-benar sudah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di vaginanya dengan cepat dan kasar. Lalu ia menegang, dan tenang. Saat itu juga aku merasa cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari vaginanya. Aku jilati semuanya.

"Ohh... God... bener-benar hebat kamu Chris... lemas Tante... aahh... nggak kuat lagi deh untuk berdiri... shitt... sudah lama nggak begini", dia terbujur lemas setelah 1/2 jam yang melelahkan itu. Aku cuma tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Vaginanya sekarang terbuka lebar. Nampaknya ia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu ia sadar penisku sudah menempel di bibir vaginanya.
"Ohh..." ia cuma bisa menjerit tertahan. Lalu ia pura-pura meronta tidak mau. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sering lihat di film-film, dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya sangat kecil, mana mungkin bisa masuk pikirku. Tiba-tiba kurasakan tangan Tante Anne memegang penisku dan membimbing penisku ke vaginanya.
"Tekan di sini Chris... pelan-pelan yah... punya kamu gede banget sih", pelan ia membantuku memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Belum sampai seperempat bagian yang masuk ia sudah menjerit kesakitan.
"Aahh... sakitt... oooh... pelan-pelan Chris... aduuh...." tangan kirinya masih menggenggam penisku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras. Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul tempat tidur. Aku merasakan penisku diurut-urut di dalam vaginanya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangan Tante Anne membuat penisku susah untuk masuk lebih ke dalam lagi. Aku menarik tangannya dari penisku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong penisku masuk sedikit lagi. "Aduhh... sakkkitt... ooohh... ssshh... lagi... lebih dalam Chriss... aahh", kembali Tante Anne mengerang dan meronta. Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya supaya ia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya penisku ke dalam. Kembali Tante Anne menjerit dan meronta dengan buas. Aku diam sejenak, menunggu dia supaya agak tenang. "Goyang dong Chris", dia sudah bisa tersenyum sekarang. Aku menggoyang penisku keluar masuk di dalam vaginanya. Tante Anne terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku. Lama juga kami bertahan di posisi seperti itu. Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata.

Tiba-tiba kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan sangat kuat. Tubuh Tante Anne mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
"Ohh... ooohh... Tante sudah mau keluar nih... sshh... aahh", goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan. "Kamu masih lama nggak Chris? Kita keluar bareng saja yuk.... aahh", tak menjawab, aku mempercepat goyanganku. "Aahh... shitt... Tante keluar Chrisss... ooohh... gile", dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku. Aku semakin bersemangat menggenjot. Aku juga merasa bahwa aku bakal keluar tidak lama lagi.
"Aahh... sshh..." kusemprotkan saja cairanku ke dalam vaginanya. Lalu kucabut penisku, dan terduduk di lantai.
"Kamu hebat... sudah lama Tante nggak pernah klimaks."
"aah... capek Tante."
"Mandi lagi yuk... lengket-lengket nih jadinya", ia berjalan ke kamar mandi dan aku mengikutinya. Kami saling membersihkan tubuh di bawah siraman shower. Setelah mandi, kami tidur-tiduran tanpa busana, berciuman, sambil ngobrol macem-macem. VCD porno yang tadi sudah habis rupanya. Tante Anne menggantinya dengan VCD yang lain.
"Eh... yang ini bagus loh Chris", lalu ia menghidupkannya. Filmnya tentang seorang gadis yang diperkosa, sedikit sadis menurutku, tapi sangat merangsang sekali. "Tante sudah lama kepengen coba yang seperti itu Chris... kalau Om mu sih... nggak ada seninya... taunya cuman goyang, nembak, tidur... susah juga hahaha... kamu mau coba nggak?" dia tersenyum melihatku.
"Hehehe... terserah..."
"Ok!" lalu ia berjalan ke lemarinya. Sewaktu ia membukanya, aku terkejut juga melihat begitu banyak Sex Stuff seperti vibrator, tali, handcuff, dan banyak lagi.
"Wah... banyak amat peralatannya Tante", kataku bercanda.
"He eh... yah beginilah... soalnya Om kamu jarang pulang sih. Tante kan butuh seks juga. Yah... terpaksa harus bermain dengan fantasi sendiri."
"Hehehe", aku cuma tertawa kecil. Kulihat ia mengambil tali dari lemari.
"Nih... kerjain Tante seperti yang di film itu dong Chris!" ia melemparkan tali itu kepadaku dan berjalan ke arah tempat tidur. Tempat tidur itu bergaya Eropa pertengahan, mempunyai pagar rendah berjeruji di sisi atas dan bawah. Ia memegang pagar berjeruji itu. Aku mengikat tangannya di jeruji itu, ia sekarang membungkuk membelakangiku dengan tangan terikat. Aku berjongkok dan mulai menjilati vaginanya untuk pemanasan.
"Sssh... oouhh..." kembali kudengar erangannya. Setelah beberapa saat vaginanya mulai basah. "Pakai vibrator Chris!" aku berjalan ke lemari dan mengambil vibrator yang berbentuk seperti penis manusia itu. Hati-hati kumasukkan vibrator itu ke dalam vaginanya, lalu kugeser switch ke posisi "low". Terdengar vibrator itu mulai berdengung halus.
"Ouuh... aahh..." kelihatannya Tante Anne sangat menikmati permainan.

Tempo permainan sangat lambat kali ini. Ia menggelinjang sedikit mengiringi dengungan halus vibrator. Sambil sebelah tanganku memegangi vibrator supaya tidak lepas dari vaginanya, aku memberinya tepukan di paha, memberinya tanda agar ia membuka pahanya selebar-lebarnya. "Jilat anus Tante Chris!" kembali ia memberi komando. Aku mulai menjilati pahanya yang putih dan jenjang, perlahan berpindah ke anus. Bosan menjilati anusnya, aku berdiri, memeluknya dari belakang, dan meremas payudaranya dengan sebelah tanganku yang masih bebas. Beberapa saat kemudian ia orgasme. Lalu ia menyuruhku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Aku sempat terkejut mendengarnya. Menurutku pasti akan sakit sekali penisku dijepit oleh lubang anusnya. Tetapi Tante Anne terus-terusan meminta dengan suara yang memelas.
"Tante sudah pernah nyoba?" tanyaku ragu-ragu.
"Pernah... pakai vibrator... cobain saja deh... lebih sempit loh di sini... Tante kepingin nyoba dimasukin 2 lubang sekaligus."
"Ok!" aku kembali membungkuk, kujilat bagian sekitar anusnya untuk melicinkannya. Kulihat Tante Anne merintih-rintih ketika vibrator kugoyang agak cepat, tetapi ia tidak bisa banyak meronta karena tangannya masih terikat kuat ke jeruji tempat tidur. Setelah merasa jalan masuk cukup licin aku pun mengambil ancang-ancang, kugesek-gesekkan dulu kepala penisku di sekitar anusnya.
"Yahh.. langsung saja Chriss", Tante Anne yang sudah tidak sabar, memundur-mundurkan pantatnya agar penisku bisa segera masuk ke dalam lubang anusnya. Kutarik vibrator yang masih saja berdengung itu dari belakang, supaya pantat Tante Anne makin menempel ke kepala penisku. Akibatnya vibrator itu melesak makin dalam ke vaginanya Tante Anne.
"Aahh... ooohh... sshh..." semakin menggila saja dia. Pelan kudorong kepala penisku ke dalam lubang anusnya.
Kepala penisku terasa sedikit pedih, aku menghentikan dorongannya sejenak. "Oooohh... yahh... terussss... deeper Chriss...."
"Sssshh... oooohh..." aku hanya bisa mendesis menahan pedih yang bercampur nikmat ketika penisku masuk kira-kira setengah bagian ke dalam lubang anusnya. Menurutku masuk melalui lubang anus tidak begitu nikmat, karena tidak ada cairan yang melicinkannya. Tapi kulihat Tante Anne bagaikan sedang terbang sekarang. Nikmat sekali katanya. Kukira itu karena dua lubangnya sedang terisi. Tante Anne terus saja menggoyang-goyang pinggulnya kebelakang supaya penisku dapat masuk lebih dalam ke dalam lubang anusnya. Aku tidak dapat menahan lagi goyangannya, kubenamkan sekuat tanaga penisku ke dalam anusnya. Rasanya seperti penisku sedang di massage dengan kuat di dalam. Tanpa sadar, karena menahan nikmat tanganku menggoyang-goyangkan vibrator itu dengan kencang. Tempo permainan berubah menjadi liar sekarang. Tangan Tante Anne mencengkeram jeruji tampat tidur dan menggoyangnya karena nikmat yang tak terkira. Aku mencoba menggoyang penisku di dalam anusnya. Memang sedikit pedih karena kurangnya cairan pelicin di dalam anusnya, tapi aku tidak peduli lagi. Sesekali kugunakan tangan kiriku untuk meremas payudaranya yang tergantung-gantung itu. Beberapa saat kemudian aku merasa mau orgasme.
"Aahh... oouuhh... Tante sudah mau keluar belum?" tanyaku dengan nafas memburu.
"Engggh... sssssh... iyah..."

Kurasakan Tante Anne semakin menggila menggoyang pinggulnya. Kemudian dia tubuhnya menegang, kemudian terkulai lemas. Aku pun merasa maniku sudah di ujung-ujungnya. Kupercepat goyangan, kuremas payudaranya dengan kasar, dan kukocok vibratornya lebih cepat lagi. Kulihat Tante Anne menjerit-jerit, tapi ia tak bisa berbuat banyak karena tangannya terikat dengan kuat.
"Arrrgghh... ooohh..." seiring dengan eranganku, kusemprotkan maniku ke dalam anusnya. Kali ini kurasakan maniku keluar banyak sekali. Lalu kucabut penisku dari dalam anusnya, dan kucabut vibrator dari vaginanya. Sekilas kulihat vagina dan anusnya merah sekali dan sedikit membengkak. Kubuka ikatan tangannya dan dia memeluk serta menciumiku. Lalu kami berdua tertidur di lantai.

Pengalaman ini tak akan pernah kulupakan. Sampai sekarang kami kadang-kadang masih melakukannya. Tante Anne benar-benar seorang seks maniak yang tak bisa puas, setiap kali berhubungan selalu ada saja cara-cara baru yang ia ajarkan. Kukira ini juga mempengaruhi tingkah laku seksualku. Sampai sekarang aku senang melakukan hubungan seks dengan fantasi tinggi, seperti menggunakan tali, cambuk, handcuff, dan sebagainya. Aku menjadi senang menyiksa lawan mainku. Sepertinya puncak kenikmatanku sulit tercapai kalau aku tidak melakukannya.


TAMAT